PILAR Copyright 1992 Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur


Rifki (mahasiswa ars '91)

terjadi pengeneralisasian yang naif

Bagaimana mengenai desas-desus pembekuan kegiatan pembinaan?

Saya berpikir tindakan mereka tidak mencerminkan tindakan seorang intelektual yang seharusnya. Intelektual buat saya cirinya salah satunya harus fair, objektif. Objektif dalam arti Dia menarik jarak dengan apa yang dilihatnya, apa yang diambil keputusannya. Dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada dalam suatu permasalahan. Pemikirannya harus holistik, terintegrasi, tidak boleh parsial, dan tidak boleh terkesan arogan. Karena intelektual itu harusnya orang yang bisa menerima pendapat dan masukan dari orang lain. Dalam hal kemah kemarin, kalau kita kaitkan bahwa ada mahasiswa sipil yang masuk rumah sakit jiwa, karena mendapat special treament karena tidak ikut TAT, itu seolah-olah terjadi pengeneralisasian yang sifatnya naif. Kasarnya, ada seorang manusia yang menderita penyakit pada tangan kanannya, dan itu harus diamputasi, bukan berarti tangan kirinya harus dipotong juga. Selama tangan kirinya masih berfungsi baik, mengapa tangan kirinya harus dipotong? Orang-orang yang selama ini kita pandang sebagai intelektual, sekarang sempat saya pandang bahwa mereka bukan intelektual sejati, mereka adalah hanya pejabat struktural yang tahu bahwa mereka mempunyai kekuasaan, tahu bahwa mereka bisa mempergunakan kekuasaannya bila mereka perlu, dan mereka takut kehilangan kekuasaan itu. Padahal ini lingkungan universitas, semua orang yang ada dalam lingkungan ini buat saya harusnya selalu berpikir, merasakan, bertindak, berdasarkan nafas intelektual yang kuat. itu yang membedakannya dengan organisasi lain.Mereka memang punya kuasa, tapi mereka adalah seorang intelektual. Dalam hal ini, kekuasaan berperan lebih besar daripada intelektual. http://www.shop-orthopedics.com/kneehab_xp_electrotherapy_unit_p/0412-5000.htm

Misalnya KAA sampai ditiadakan, apa dampak bagi masyarakat arsitektur?

Dampaknya pasti dampak emosional. Selama ini kita terikat pada suatu tradisi, yang lebih bersifat emosional. Itu semacam pentahbisan, resmi diterima. Mahasiswa baru dibuka gerbangnya, dan resmi diterima. Kita akan kehilangan sesuatu yang selama ini kita biasa dapat. Tapi kalau pengaruh pada karakter mahasiswa baru, saya nggak bisa meramalkan sekarang, karena anak sekarang jauh lebih kompleks dari pada dulu. Informasi masuk lebih banyak, mereka jadi pribadi yang lebih kompleks. Mungkin buat mahasiswa baru, kalau tidak ada kemah tidak terlalu berarti. mereka masuk arsitektur Unpar kan nggak tahu mau diapain. jadi kalau nggak ada kemah, ya udah, nggak ada efeknya apa-apa.

Produknya bisa berbeda antara dikemah atau tidak ?

Bisa iya bisa tidak, tergantung kemahnya. Kemah itu semacam suatu momentum sesaat aja. Tapi sifatnya menggedor. Menyentak, menyadarkan sesaat. Kemah memang untuk menyadarkan mahasiswa baru itu udah bukan di SMA lagi, udah mahasiswa, kondisinya beda. Semacam momentum penyadaran saja. Untuk menghasilkan suatu produk, saya pikir jauh lebih berperan TAA. Mungkin TAA yang perlu ditambah bobot keilmiahannya. Karena TAA suatu proses indoktrinasi yang tersistem, yang bermasuksud mengubah persepsi kejiwaan seseorang, bahwa elo berada di lingkungan yang berbeda. Kemah tidak lebih dari gedoran sesaat. Mungkin orang yang ikut TAA tapi tidak ikut kemah, hasilnya lebih baik dari pada dia ikut KAA tapi tidak ikut TAA. Kalau pun tidak ada kemah, apa sih artinya dalam pengubahan struktur pikiran mereka? Apalah artinya dua hari dua malam itu? Apa itu bisa mengubah kesadaran seseorang terhadap lingkungannya? Tidak mungkin. Itu hanya bisa diubah lewat kegiatan-kegiatan seperti TAA. ABRI saja perlu sedikitnya tiga bulan untuk mengubah orang yang tadinya berpola pikir sipil menjadi orang yang berpola pikir militer. Untuk mengubah persepsi, perlu proram dengan waktu yang lama seperti TAA.

Di tingkat universitas, kegiatan buat mahasiswa baru disebut OPSPEK, apa bedanya dengan pembinaan?

Opspek memberikan gambaran mengenai kehidupan kampus. Mahasiswa baru belum tahu apa-apa, diberi suatu kegiatan yang memberi mahasiswa tersebut orientasi. Intinya sama saja dengan pembinaan. Pembinaan kita membina seseorang yang belum tahu apa-apa, karena itu elo saya bina. Agar menjadi tahu, agar tahu melangkah ke mana, tahu apa yang harus diperbuat. Sama saja kan intinya. Menanamkan sesuatu yang harus diperbuat.

Kalau mengenai KAA?

Buat saya KAA bukanlah suatu kegiatan yang mempunyai daya guna yang cukup kuat. Karena apa kita bisa mengubah seseorang dalam dua hari dengan dimarah-marahi, dengan dibentak-bentak, dengan disuruh guling-guling, dengan dicabut haknya sebagai manusia. Pembinaan itu kan seharusnya membentuk karakter orang. Bukan dengan kegiatan seperti itu. Jadi, KAA itu hanya suatu momentum. Menyadarkan bahwa ini lingkungan yang beda. Nggak lebih dari itu.

Kalau KAA sampai dihapus?

Secara emosional saya nggak setuju, karena saya sudah melaluinya, dan saya merasa berkesan. Tapi secara rasional., kalau kita berpikir, secara sistem pembentukan kepribadian, ya oke saja. Selama ada program lain yang lebih berkesinambungan yang bisa membentuk mahasiswa baru dengan lebih efektif.

Bentuknya?

Mungkin seperti TAA yang ditambah bobotnya, diperpanjang, TAA selama beberapa bulan, dengan lebih intensif, dan kita toh masih punya TM. Di sana kita ditanamkan visi menjadi seorang arsitek, bagaimana cara mendesain, bagaimana mengapresiasi, mengkomposisi. Kita toh tidak perlu terpaku pada nama. Apalah artinya sebuah nama. Mungkin saja kegiatan itu namanya hanya Program Pembinaan Mahasiswa Baru Arsitektur. Tidak ada TAA, KAA, atau pun TM. Tapi semua unsur-unsur yang kita perlukan ada semua. Sebenarnya mungkin program yang terintegral seperti itu yang lebih kita perlukan untuk menghadapi mahasiswa baru yang lebih pintar daripada kita dulu.

Di SK Dekan ditunjuk adanya dosen pembimbing kemah.

Itu mungkin hanya merupakan hasil kompromi saja, antara kita dengan pimpinan. Kita punya toleran, mereka punya toleran, terus dinegosiasi, jadilah seperti ini. Kita boleh jalan terus, tapi harus ada yang mengawasi dengan lebih keras. Secara substansial itu tidak akan mengubah apa-apa. Tanpa diawasipun selama ini kita membuktikan diri bisa mengawasi diri sendiri.

Anda melihat usaha himpunan dalam hal ini bagaimana?

Saya lihat meskipun mereka seharusnya bisa berjuang lebih keras, tapi saya cukup apreciate, mereka sudah mau berusaha, kompromi, tawar-menawar, dan ngotot. Tapi mereka seharusnya bisa jauh lebih baik.

Kalau dibandingkan dengan tahun-tahun lalu, bagaimana persiapan kemah sekarang?

Ini mungkin kurang, payah. Terlambat semuanya, materi, teknis, pelaksanaan, mulai dari yang konseptual, sampai perencanaan teknis di lapangan. Buat saya, sebenarnya mereka belum siap untuk bikin kemah.

Apa hal ini karena kemah tahun ini dipegang oleh dua angkatan?

Rasanya, untuk orang-orang yang sudah dipercaya duduk di himpunan, mereka harusnya bisa menswitch keadaan tadi menjadi suatu kelebihan. Dengan sumber daya yang lebih banyak, otak yang lebih banyak, harusnya bisa dikonversi kekurangan tadi menjadi kelebihan daripada himpunan yang lalu. (leo, val)


Click Here to Back